Sabtu, 28 Desember 2013

Tradisi Telinga Panjang Suku Dayak

Tradisi memanjangkan daun telinga oleh Suku dayak kini mulai berkurang dan bahkan hampir punah, namun di Daerah Kalimantan Timur masih ada sebagian suku dayak yang memelihara tradisi ini.
Di Kalimantan Timur, tradisi ini masih terus dilakukan oleh orang-orang Dayak Kenyah, Bahau, dan Kayan. Di kalangan orang Dayak Kenyah, baik laki-laki maupun perempuan memiliki daun telinga yang sengaja dipanjangkan, akan tetapi panjangnya berbeda-beda antara laki-laki dan perempuan. Kaum laki-laki tidak boleh memanjangkan telinganya sampai melebihi bahunya, sedang kaum perempuan boleh memanjangkannya hingga sebatas dada.
Proses penindikan daun telinga ini sendiri dimulai sejak masa kanak-kanak, yaitu sejak berusia satu tahun. Kemudian setiap tahunnya mereka menambahkan satu buah anting atau subang perak. Anting atau subang perak yang dipakai pun berbeda-beda, gaya anting yang berbeda-beda ini menunjukkan perbedaan status dan jenis kelamin. Seperti misalnya kaum bangsawan memiliki gaya anting sendiri yang tidak boleh dipakai oleh orang-orang biasa.
suku dayak
Sedangkan menurut penduduk Dayak Kenyah, pemanjangan daun telinga di kalangan masyarakat Dayak secara tradisional berfungsi sebagai penanda identitas kemanusiaan mereka.
Menurut penelitian Dr. Yekti Maunati yang berkunjung ke Desa Long Mekar, sebuah desa Dayak di mana Dayak yang „otentik? yang serupa dengan orang Dayak yang hidup di pedalaman tinggal, ternyata penduduk Desa Long Mekar sendiri tidak semua memiliki tato dan daun telinga yang panjang. Belakangan, terbukti bahwa hal ini hanya sebagian benar, karena banyak orang yang telah memotong daun telinga mereka yang [dulu sudah terlanjur] panjang. Pemotongan daun telinga ini sendiri dilakukan di rumah sakit melalui sebuah operasi kecil. Hanya sedikit penduduk yang masih memiliki daun telinga yang panjang, itupun kebanyakan para manula yang berusia di atas 60 tahun. Dr. Yekti Maunati kemudian menceritakan mengenai perbincangannya dengan seorang perempuan tua bernama Mamak Ngah, yang sejak kedatanganya di Long Mekar dulu sudah memotong daun telinganya yang semula panjang. Berikut isi perbincangannya.
“Saya malu bertelinga panjang. Jadi saya pun memotongnya seperti yang dilakukan banyak orang lainya. Saya punya pengalaman buruk ketika orang-orang menertawakan saya karena daun telinga saya yang  panjang itu. Ketika saya pergi ke Samarinda untuk pertama kalinya dulu, orang-orang datang dan mengerumuni saya dan memandangi saya seolah-olah saya ini orang aneh. Mereka berkata, „Dia itu orang Dayak…dia makan manusia.? Mereka menyentuh daun telinga saya yang panjang itu. saya merasa sangat tersinggung. Saya diperlakukan seolah saya ini sebuah benda. Saya putuskan untuk memotong daun telinga saya yang panjang agar orang tidak lagi selalu menonton saya dan mengira saya makan manusia. Dengan begitu orang tidak akan mengira kalau saya ini seorang Dayak. Tentu saja, orang masih bisa melihat tato-tato saya, tetapi saya bisa menyembunyikannya dengan mengenakan rok panjang dan baju berlengan panjang”.
Bila kita analisis lebih lanjut, timbulnya rasa malu tersebut turut disebabkan oleh modernisasi dan globalisasi yang mulai merasuki kehidupan masyarakat Dayak. Globalisasi ini kemudian membuat rakyat Dayak menjadi kurang menghargai nilai-nilai budaya yang mereka miliki, karena mereka menjadi lebih menghargai nilai-nilai yang berlaku di dunia internasional. Kebiasaan memanjangkan telinga yang tidak biasa di dunia internasional membuat warga Dayak menjadi berada dalam kebingungan mengenai haruskah mereka melestarikan nilai-nilai budaya mereka, yang kini diangap sudah tidak sesuai dengan perkembangan jaman?
Dulu, sebelum globalisasi dan modernisasi masuk ke kehidupan masyarakat Dayak, mereka sangat menghargai nilai-nilai budayanya, dalam hal ini memanjangkan daun telinga yang dianggap sebagai pertanda bahwa mereka adalah bangsa yang beradab. Namun sejak globalisasi masuk, muncul anggapan bahwa bangsa yang beradab bukan seperti apa yang mereka pikirkan selama ini. Mereka mulai merasa mereka berbeda dari bangsa atau suku lain,  yang mendapat cap “beradab” lebih dari mereka. Keberbedaan itu lantas menimbulkan
keraguan dalam diri mereka, sehingga pada akhirnya mereka menjadi nilai budaya yang mengatakan bahwa memanjangkan daun telinga adalah tanda suatu bangsa yang beradab. Penolakan terhadap nilai budaya inilah yang kemudian menyebabkan hanya sedikit warga Dayak, terutama kalangan muda, yang masih menjalankan kebiasaan memanjangkan daun telinga.
Padahal daun telinga yang panjang tersebut merupakan hal yang unik, yang dikagumi oleh masyarakat non-Dayak. Tidak seharusnya masyarakat Dayak malu akan penanda fisik tersebut, karena rasa malu itu pada akhirnya dapat menyebabkan punahnya salah satu nilai budaya di masyarakat Dayak.
Disadur dari buku
1. Dr. Yekti Maunati, Identitas Dayak Komodifikasi dan Politik Kebudayaan, (Yogyakarta: LkiS Yogyakarta, 2004), hal.149.
2. Ibid. hal. 151
3. Ibid. hal. 154.
4. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Bagian Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Kalimantan Timur, Wujud Arti dan Fungsi Puncak-Puncak Kebudayaan Lama dan Asli di Kalimantan Timur, (Samarinda: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Bagian Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Kalimantan Timur, 1995/1996).



Dikutip dari sumber : http://www.wisatakaltim.com/berita/tradisi-telinga-panjang-suku-dayak/


Ulasan penulis : Demi identitas sosial mereka, banyak penduduk di suku-suku tertentu yang melakukan sebuah tindakan/tradisi ekstrem demi mendapatkan status sosial mereka. termasuk dengan apa yang dilakukan oleh suku Dayak yang berada di pulau Kalimantan. mereka tak peduli rasa sakit yang mereka rasakan karena itu sudah merupakan tradisi yang diwarisi oleh nenek moyang mereka. Namun, seiring dengan modernisasi dan globalisasi. Masyarakat setempat seolah malu jika mereka berinteraksi dengan orang lain. Orang-orang beranggapan bahwa mereka adalah orang-orang yang aneh jika dilihat dari segi visualnya (penampilannya). Padahal, hal tersebut justru merupakan keunikan tersendiri bahwa masih ada orang yang mau mewarisi dan menghargai tradisi yang sudah diberikan oleh nenek moyang mereka. Masyarakat Dayat tidaklah perlu malu karena efek negatif yang mungkin terjadi adalah punahnya salah satu tradisi pada masyaarkat Dayak.


TUGAS ILMU BUDAYA DASAR
Nama : Andre Pradana
NPM : 304 13 913
Kelas : 1ID07
Mungkin terdengar seram jika dikatakan, bahwa ada orang yang menutup/menyumbat lubang hidungnya sendiri. Namun, ini ialah hal yang nyata dan benar terjadi, salah satu suku di Indian, telah melakukannya sesuai dengan ketentuan tradisi dan kebiasaan yang ada didaerah tersebut. Salah satu dari sekian banyak suku di Indian adalah kelompok Apatani. Terletak pada dataran tinggi Apatani Indian, Apatani atau Tani, ialah kelompok suku yang memiliki sekitar 60 ribu anggota. Sering dipuji, karena pertanian mereka sangat efisien, dilakukan tanpa binatang atau mesin. Mereka tidak memiliki catatan tertulis tentang sejarahnya, dan tradisi yang diwariskan secara lisan, dari generasi ke generasi. Yang unik dari suku Apatani ini, yaitu tradisi untuk menutup/menyumbat lubang hidung bagi para wanitanya, dan ini sangat terkenal dan sudah berlaku sejak jaman dahulu kala. http://www.Indojamtangan.com Tradisi yang cepat memudar di dalam kabut waktu, menyumbat hidung tradisional Apatani ini, dipakai oleh sebagian besar wanita tua pada suku tersebut. Ada sekali waktu, ketika setiap wanita harus memakai aksesoris yang aneh lainnya, tapi sejak pertengahan abad ke-20, kebiasaan itu pun perlahan mati. Menurut Apatani, steker (penutup/penyumbat) hidung itu terlahir, sebagai cara untuk melindungi wanita-wanita suku itu. Rupanya, perempuan Apatani selalu dianggap paling indah di antara suku-suku Arunachal, desa mereka terus-menerus diserbu oleh suku-suku tetangga, dan para wanita itu pun lantas diculik. http://www.unikgaul.com Untuk membuat diri mereka tidak menarik bagi suku-suku lainnya, maka wanita Apatani mulai mengenakan hidung yang disumbat yang mengerikan ini, dan mentato wajah mereka dengan garis horizontal, dari dahi hingga ke ujung hidung, serta lima garis di dagu mereka. Namun, karena perkembangan jaman, dan semua sudah serba modern, para wanita Apatani yang lahir sejak tahun 1970, sudah tidak mau lagi meneruskan tradisi mengerikan seperti itu lagi.

Sumber: http://www.unikgaul.com/2013/03/suku-yang-mempunyai-kebiasaan-aneh-di.html
Konten ini memiliki hak cipta
Mungkin terdengar seram jika dikatakan, bahwa ada orang yang menutup/menyumbat lubang hidungnya sendiri. Namun, ini ialah hal yang nyata dan benar terjadi, salah satu suku di Indian, telah melakukannya sesuai dengan ketentuan tradisi dan kebiasaan yang ada didaerah tersebut. Salah satu dari sekian banyak suku di Indian adalah kelompok Apatani. Terletak pada dataran tinggi Apatani Indian, Apatani atau Tani, ialah kelompok suku yang memiliki sekitar 60 ribu anggota. Sering dipuji, karena pertanian mereka sangat efisien, dilakukan tanpa binatang atau mesin. Mereka tidak memiliki catatan tertulis tentang sejarahnya, dan tradisi yang diwariskan secara lisan, dari generasi ke generasi. Yang unik dari suku Apatani ini, yaitu tradisi untuk menutup/menyumbat lubang hidung bagi para wanitanya, dan ini sangat terkenal dan sudah berlaku sejak jaman dahulu kala. http://www.Indojamtangan.com Tradisi yang cepat memudar di dalam kabut waktu, menyumbat hidung tradisional Apatani ini, dipakai oleh sebagian besar wanita tua pada suku tersebut. Ada sekali waktu, ketika setiap wanita harus memakai aksesoris yang aneh lainnya, tapi sejak pertengahan abad ke-20, kebiasaan itu pun perlahan mati. Menurut Apatani, steker (penutup/penyumbat) hidung itu terlahir, sebagai cara untuk melindungi wanita-wanita suku itu. Rupanya, perempuan Apatani selalu dianggap paling indah di antara suku-suku Arunachal, desa mereka terus-menerus diserbu oleh suku-suku tetangga, dan para wanita itu pun lantas diculik. http://www.unikgaul.com Untuk membuat diri mereka tidak menarik bagi suku-suku lainnya, maka wanita Apatani mulai mengenakan hidung yang disumbat yang mengerikan ini, dan mentato wajah mereka dengan garis horizontal, dari dahi hingga ke ujung hidung, serta lima garis di dagu mereka. Namun, karena perkembangan jaman, dan semua sudah serba modern, para wanita Apatani yang lahir sejak tahun 1970, sudah tidak mau lagi meneruskan tradisi mengerikan seperti itu lagi.

Sumber: http://www.unikgaul.com/2013/03/suku-yang-mempunyai-kebiasaan-aneh-di.html
Konten ini memiliki hak cipta

Minggu, 22 Desember 2013

12 Pakaian Tradisional Negara-Negara




Pakaian sudah dikenal manusia sejak zaman purbakala, dan selalu berkembang sesuai dengan zamannya terutama baju wanita yang memiliki banyak variasi model dan telah menjadi ciri khas suatu negara. Bangsa yang satu mengenal bangsa yang lainnya melalui pakaian tradisisonal mereka. Hingga kini pakaian tradisonal masih digemari terutama pada acara-acara khusus. Berikut pakaian tradisonal terutama baju wanita yang sangat menarik dan memiliki nilai budaya yang tinggi.





01. Indonesia
Tentu kita tahu baju tradisional bangsa kita, bangga akan “Kebaya” karena baju wanita ini selalu menawan dan lagi selalu ada variasi-variasi baru yang semakin memperkaya kebaya. Kebaya merupakan pakaian tradisional Indonesia yang berasal dari budaya melayu (Asia Tenggara). Banyak pakaian tradisional di Asia Tenggara yang menyerupai kebaya seperti di negara Malaysia, Brunei,Singapura. Di zaman modern ini variasi kebaya sangat beragam dan semakin glamour, biasanya kebaya digunakan untuk menghadiri acara-acara formal.









02. Korea
Demam korea yang melanda membuat kita menjadi familiar dengan “Hanbok”.  ‘Han’ berarti Negara Kita dan ‘bok’ berarti pakaian. Hanbok biasanya berwarna cerah dan tidak memiliki saku. (Korea Utara menyebut Choson-ot). Hanbok terbagi atas baju bagian atas (Jeogori), celana panjang untuk laki-laki (baji) dan rok wanita (Chima). Di era modern ini Hanbok untuk wanita berkembang berbagai macam variasi, terutama bagian roknya (Chima)




  


03. JepangBaju wanita tradisonal Jepang disebut “Kimono” Selain kimono, Jepang juga memiliki “yukata” yang mirip seperti kimono tapi lebih simple. Selain itu ada juga “hakama” yang berbentuk celana yang merupakan busana resmi pria untuk menghadiri acara formal  dan juga ada ” hakama” untuk wanita untuk acara-acara non formal.












04. JermanPada Negara ini pakaian tradisional untuk baju wanita di sebut “Dirndl” dan untuk pria “Lederhosen”. Pakaian tradisonal ini dikenakan terutama di Bavaria, Liechtenstein, Austria dan South Tyrol. Awalnya dirndl itu sebenarnya adalah seragam para pelayan Austria. Setiap desa memiliki gaya sendiri khusus nya dari gaun ini. Harga Dirndl mencapai ratusan euro, namun begitu bila tertarik kita dapat membelinya dari Fl”hmarkt alias pasar barang bekas yang diselenggarakan musiman, atau Ebay di internet. Untuk prinya, Lederhosen berarti celana kulit di Jerman. Ini adalah celana lutut dan dipakai oleh orang-orang Jerman dari daerah Alpine dan sekitarnya.

















05. BelandaNegara yang terkenal dengan bunga tulip yang indah ini memiliki baju tradisional yang dinamakan “Klederdracht”. Ciri khas yang lebih spesifik dari Klederdacht adalah topi yang njekither.














06. Skotlandia-Inggris
Mungkin kita sudah sedikit familiar dengan kostum tradisional ini, kostum yang disebut “Kilt” ini sering dipakai oleh para pangeran Inggris, terutama pangeran Charles. Para wanita juga menggunakan motif ini yang biasanya berpasangan dengan yang pria. Pakaian ini melambangkan luasnya kebudayaan Skotlandia.












07. Norwegia“Bunad” adalah kostum tradisional Norwegia yang dikenakan oleh pria dan wanita. Secara tradisional, bunad menggambarkan rumah keluarga dan asal daerah seseorang tetapi sekarang hal itu kurang berlaku lagi.Pada musim pernikahan (mei-juni) kita akan sering melihat orang Norwegia mengenakan bunad karena bunad dipakai pada acara-perayaan dan acara khusus.










08. UgandaNegara eksotis ini memiliki “Gomesi” sebagai pakaian tradisonalnya, Gomesi popular sebagai baju tradisional Uganda mulai dari tahun 1940 yang diadaptasi dari baju seragam sekolah Uganda ketika itu. Ciri khas Gomesi terdapat pada bagian lengannya yang menggelembung, gaun panjang sampai semata kaki yang diikat longgar dengan selendang di bagian pinggang.













09. KenyaKenya memilki “Khanga” yang biasanya dipakai para wanita disana dengan penutup kepala seperti jilbab yang dibiarkan menjuntai. Di zaman modern ini, Kain Khanga bukan hanya digunakan untuk menutup kepala saja, bisa dikreasikan menjadi rok, baju, ataupun selendang.














10. IndiaUntuk pakaian tradional Negara ini pasti kita sudah sangat hafal. Hingga kini pakaian “saree” ini masih sering dikenakan. Sari merupakan kain yang lebar dengan ukuran sekitar 20 m dan lebar 5-6 meter. Cara mengenakan sari sangat bervariasi, dan dikenakan berdasarkan wilayah, kasta, kegiatan, agama, dll.








11. China“Cheongsam” atau dikenal juga dengan nama “Qipao”  baju dengan potongan panjang dengan leher tinggi, berlengan pendek, kancing shanghai di kiri atau kanan bawah pundak. Cheongsam popular digunakan sejak zaman dinasti Qing, hanya saja “Qipao” zaman itu tidak menonjolkan pada bentuk tubuh dan dipakai berlapis-lapis. Model pakaian cheongsam yang kita kenal sekarang ini masuk dari Shanghai ke Hongkong dan dikenal luas sampai ke mancanegara, sangat praktis dipakai dan menonjolkan keindahan bentuk tubuh wanita.















12. Persia“Kaftan” merupakan baju atau jubah yang panjang dengan lengan yang panjang dan lebar, biasanya menggunakan bahan yang ringan dan terkesan melayang seperti sutra. Kini kaftan banyak dimodifikasi dengan berbagai variasi seperti bordir, payet-payet atau batu manik-manik sehingga terkesan mewah dan anggun.



 



Dikutip dari sumber :  http://www.yes24.co.id/ZineView/3488/4/12-pakaian-tradisional-negara.html

Ulasan Penulis :  Pakaian, yang juga merupakan kebutuhan pokok selain pangan dan papan. seiring dengan kemajuan zaman telah mengalami evolusi yang sangat cepat. Sekarang pakaian tak hanya menjadi penutup tubuh, tetapi juga fashion/style. Dan setiap negara di dunia punya ciri khas akan pakaian mereka masing-masing.


TUGAS ILMU BUDAYA DASAR
Nama : Andre Pradana
NPM : 304 13 913
Kelas : 1ID07

Minggu, 15 Desember 2013

Mengenal Kembali Tari Poco-poco

Siapa yang tidak mengenal tarian yang satu ini. Tari Poco-poco merupakan tarian asli Indonesia yang populer sejak tahun 2000-an. Gerakannya yang relatif mudah sekaligus menyehatkan, menjadikan tarian ini sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Mulai dari anak-anak, ibu-ibu, dan para remaja pun menggemari tarian ini.

Pada awalnya, tari Poco-poco hanya dikenal di lingkungan TNI dan POLRI sebagai gerakan untuk senam irama. Baru kemudian pada saat stasiun TVRI menyiarkan program “Dansa Yo Dansa” tarian ini pun mulai mendapatkan tempat di hati masyarakat. Saat ini, tarian tersebut telah berkembang pesat hingga memiliki sekitar 50 variasi gerakan. Iringan musiknya pun beraneka ragam, seperti musik poco-poco versi dangdut, disko, sampai cha-cha.
"Umumnya gerakan tarian ini meliputi dua langkah kecil ke kanan, kembali ke tempat, lalu mundur dua langkah ke belakang, kemudian maju ke depan sambil berputar, dan begitu seterusnya"
Gerakan Tari Poco-poco sendiri mengambil unsur-unsur gerakan dari berbagai daerah di Indonesia. Oleh karena itu pada tarian ini dapat kita jumpai gerakan seperti melempar lembing, melepas panah, dan sebagainya. Umumnya gerakan tarian ini meliputi dua langkah kecil ke kanan, kembali ke tempat, lalu mundur dua langkah ke belakang, kemudian maju ke depan sambil berputar, dan begitu seterusnya.

Lagu pengiring tarian ini berasal dari Maluku yang juga berjudul “Poco-poco”. Lagu ini diciptakan oleh pencipta laguasal Ambon yang bernama Arie Sapulette dan dinyanyikan oleh penyanyi terkenal, Yopie Latul. Gayanya yang khas dan suaranya yang merdu membuat lagu Poco-poco ini digemari berbagai kalangan.

Ada kisah percintaan dibalik lirik lagu Poco-poco sendiri. Berawal dari sang pencipta Arie Sapulette yang terpikat dengan kegemulaian dan kelincahan seorang gadis yang sedang menari. Secara spontan Arie pun membuat sebuah lirik lagu dari melodi gendang yang sedang mengiringi sang gadis tersebut. Adapun lirik lagu Poco-poco yang berbunyi:


Balenggang pata pata
Ngana pe goyang pica pica
Ngana pe bodi poco poco
Cuma ngana yang kita cinta
Cuma ngana yang kita sayang
Cuma ngana suka bikin pusing

Yang dalam bahasa Indonesia kurang lebih berarti:

Jalan berlenggak lenggok
Goyangan badanmu gemulai
Bentuk tubuhmu indah berisi
Hanya kamu yang aku cinta
Hanya kamu yang aku sayang
Hanya kamu suka buat aku pusing


Dikutip dari sumber :  http://www.describeindonesia.com/culture/item/5-mengenal-kembali-tari-poco-poco.html

Ulasan Penulis : Poco-poco, sebuah tarian yang berasal dari Indonesia Timur. Merupakan tarian asli Indonesia yang sangat menarik. gerakannya yang menyehatkan cenderung mudah diingat bisa membuat siapapun yang mendengar lagu poco-poco pasti tidak akan melewatkan waktu sedikit untuk setidaknya bergoyang bersama dengan masyarakat yang lain. Nah, dengan demikian rasa kegembiraan atau kebersamaan akan muncul seiring berdendangnya lagu Poco-poco. setidaknya bisa melupakan penat/masalah sejenak dan juga sebagai sarana pemersatu bangsa lewat tarian.


TUGAS ILMU BUDAYA DASAR
Nama : Andre Pradana
NPM : 304 13 913
Kelas : 1ID07

Sabtu, 07 Desember 2013

Budaya Tawuran di Indonesia

Dari Pelajar, Mahasiwa Hingga Masyarakat umum

Mirip film-film zaman kerajaan yang selalu menyuguhkan perang keroyokan. Adu fisik, dengan senjata seadanya, kemudian turun kejalan, dan melakukan aksi pengeroyokan terhadap kelompok lain yang diangap sebagai musuh. Atau dalam bahasa kerennya 'tawuran' , -cara ini banyak dijadikan sebagai solusi mengatasi persoalan. Ketika ingin memerdekakan Demak dari kekuasaan Majapahit, pasukan joko tingkir dengan semangat 'tawuran' akhirnya maju tanpa takut akan terluka ataupun mati. Akhirnya Demak Bintoro bediri sebagai kerajaan sendiri. Sepertinya kisah tawuran dan kekerasan tak berhenti disitu saja. Bahkan mungkin sudah menjadi bagian dari budaya Indonesia hingga masa kini. Entah, siapa yang harus disalahkan. Hidup sepertinya hanya menjadi ajang untuk adu kekuatan, tanpa kita tahu apa yang dibelanya, apa yang diperjuangkannya.

Masalah ini cukup kronis mendera bangsa kita. Tawuran sepertinya dijadikan satu-satunya solusi untuk mengatasi persoalan. Mulai dari anak SMP, SMA, Mahasiswa bahkan ada tawuran antar kampung yang melibatkan hampir seluruh warga kampung. Sepertinya bangsa ini sudah cukup sensitif akan segala macam problema, hingga dengan sedikit pemicu saja sudah bisa berimbas pada terjadinya saling serang antar kelompok, entah itu warga, entah itu pelajar bahkan mahasiswa yang notabene menjadi contoh generasi penerus bangsa ini. Dan ini terjadi kapanpun dan dimanapun di seantero negeri ini. Dari Papua hingga Ibu Kota Jakarta. Di Papua, hanya karna persoalan tanah ulayat, antar dua suku di pedalaman pulau itu harus saling serang. Di Makasar, juga sering kali mahasiswa terlibat tawuran dengan aparat, meski kadang hanya persoalan sepele (yang dibesar-besarkan). Yang terakhir, kemarin, di Jakarta Lagi-lagi mahasiswa UKI salemba terlibat tawuran, al hasil, kampus yang berada di tengah-tengah Ibu Kota itu harus terbakar gedungnya lantaran terpercik api dari bom molotov yang dilempar masa. Dan banyak lagi contoh lainya yang mungkin jika saya tulis disini tak ada habisnya. Intinya, kita harus jujur, bahwa Tawuran sepertinya sudah menjadi budaya di negeri ini. Apa yang salah?

Dalam teorinya, Tawuran adalah budaya kekerasan yang biasanya dipraktekkan oleh kelompok yang terbelakang. Baik itu dari sisi mental, pengetahuan bahkan mungkin sampai menjamah pada tataran religi. Tapi beda dengan yang terjadi di negeri kita, semua yang terlibat tawuran justru orang-orang terpelajar. Mereka yang mengenyam pendidikan! Tak jarang di TV kita saksikan mahasiwa terlibat tawuran, baik antar sesama mahasiwa atau mungkin dengan aparat penagak hukum. Bahkan jika anda masih ingat, beberapa tahun lalu, 'mungkin' seluruh dunia juga menyaksikan, bagaimana anggota DPR kita juga terlibat tawuran dalam sidang. Kita tentu tahu, mereka semua berasal dari latar belakang pendidikan yang diatas rata-rata, sisi agama yang bagus, atau paling tidak berlatar belakang 'tokoh' panutan dari daerah asalnya masing-masing. Tapi apa? ketika masalah sudah mencapai deadlock, maka adu jotos dianggap sebagai pilihan yang layak, saat emosi sudah tak terkontrol lagi. Dewan terhormat yang berisi orang-orang pilihan akhirnya menjadi cercaan banyak pihak.

Sepertinya budaya kekerasan tidak hanya dialami Indonesia saja. Di Amerika yang menjadi kiblat kebebasan berekspresi juga sering kali mendapat masalah dengan budaya kekerasan. Budaya-budaya kekerasan, di Amerika lebih banyak di picu oleh perlakuan yang tidak sewajarnya terhadap para penduduk migran. Sehingga pada akhirnya, penduduk migran membentuk koloni dan membuat perlawanan di jalan. Dan kelompok ini semakin banyak dengan beragam nama. Salah satunya Geng MS. Mereka seringkali terlibat tawuran dengan geng-geng lainya, bahkan tak jarang bentrok dengan aparat keamanan. Sikap represif dari penegak hukum, tak bisa dijadikan satu-satunya solusi. Ini terbukti, geng MS sampai saat ini tak bisa dimusnahkan dari Amerika meski sudah puluhan bahkan ratusan anggota geng di penjara dan di deportasi kenegara asalnya masing-masing. Geng MS semakin berkembang. Dari Amerika, Venezuela, Argentina sampai El Savador. Bahkan mereka sudah mencapai tingkat yang cukup mengkhawatirkan, karna bisa mengancam stabilitas keamanan dinegara-negara tersebut.

Berkaca dari contoh diatas, sepertinya kita harus memikirkan kembali, vaksin apa yang cocok untuk mengatasi budaya kekerasan di negara kita ini. Ketika tindakan represif aparat penegak hukum, justru menjadikan budaya kekerasan semakin tidak terkontrol, tentu harus kita temukan pendekatan lain yang lebih tepat dalam mengatasi persoalan ini. Saya sepakat dengan bahasa Goenawan Muhammad- yang sering menyebut bangsa kita ini bangsa yang sensitif. Atau mungkin lebih mendekati bangsa yang labil. Lebih dari 60 tahun merdeka ternyata tak membuat jiwa-jiwa nasionalisme warga negaranya semakin bertambah, yang muncul justru Cauvinisme yang semakin kental. Pada saat terjadi persoalan, bukan berfikir jauh soal bangsa dan negara, tapi kelompok dan individu. Sehingga ketika terjadi persoalan, sangat gampang untuk diprovokasi pihak-pihak lain yang tak bertanggungjawab.

Atau mungkin ada persoalan lain yang juga menjadi penyebab semakin menjamurnya budaya kekerasan-tawuran?

Sensitifitas dari masyarakat kita tentu ada banyak faktor yang mempengaruhi. Tingkat stress yang akut, juga bisa pemicu seseorang menjadi lebih sensitif dan cepat marah. Barangkali pemerintah juga harus melihat, mental dari warganya. Yang dipikirkan bukan hanya pembangunan fisik saja, melainkan pembentukan mental tak boleh di abaikan. Tingkat stress bangsa kita sudah mencapai titik yang mengkhawatirkan. Isu-isu berita yang membosankan, budaya infotaimen, harga sembako tinggi, gaji tak cukup, banyak buruh di PHK, PNS tak sejahtera, korupsi merajalela, kesehatan mahal, pendidikan mahal, dan segala macam persoalan ini menjadi bagian dari setiap kita yang tinggal di Indonesia. Sementara disisi lain, hidup di Indonesia tak ubahnya pulsa Wartel yang terus saja billingnya jalan, dari mata melek hingga jam tidur. Pada saat bangun tidur, kita cuci muka pakai air (harus bayar karna air di privatisasi), habis mandi, tentu ngopi (harga gula-kopi mahal), merokok (Cukai rokok 30 persen), setelah itu berangkat kerja. Sebelum sampai di tempat kerja kita sudah stress duluan. Bagaimana tidak, kemacetan dimana-mana. Jumlah kendaraan tak terkontrol, bahkan melebihi kemampuan badan jalan. waktu habis dalam kemacetan. Akhirnya apa yang terjadi? baru dijalan saja kita sudah stress, begitu sampai dikantor, semangat kerja menurun. Dan ini terjadi tiap hari, tiap individu, apalagi mereka yang berdomisili di jakarta. Yang akhirnya penyakit stress menumpuk 'akut'! Siapa saja bisa lebih sensitif, lebih cepat marah! jadi wajar, jika pada zaman seperti sekarang ini budaya tawuran masih ada di kota metropolis seperti jakarta.


Dikutip dari sumber : http://magidbatam.blogspot.com/2009/06/budaya-tawuran-di-indonesia.html


Ulasan penulis : Tawuran. Iya, mungkin saat ini tawuran sudah menjadi "tren" yang sayangnya hanya akan menampilkan citra yang buruk bagi masyarakat Indonesia. Alasannya pun beragam cenderung tak masuk akal. Ada yang tawuran karena memang adanya sejarah rivalitas antara (biasanya) kedua sekolah/institusi tertentu, ada juga yang berujar bahwa tawuran itu terjadi karena memperebutkan gengsi (lagi-lagi, biasanya) kedua sekolah/institusi tertentu. Namun sudah seperti yang kita tahu, tawuran hanya akan melahirkan stigma bahwa masyarakat Indonesia adalah bangsa yang pengecut. Logikanya? bisa kita lihat yang namanya tawuran pasti beramai-ramai. Sudah seharusnya, kita sebgai generasi emas bangsa Indonesia janganlah menyia-nyiakan waktu, emosi, bahkan nyawa demi "kegiatan" yang sungguh tiada manfaatnya ini. Yang saya inginkan hanya satu, yaitu melihat seluruh masyarakat Indonesia bisa bersatu membela Tanah Air juga tidak tercerai berai karena berperang akan senjata dengan sesama. Karena tawuran hanya akan menjadi akar rontoknya persatuan anak-anak/generasi muda Indonesia. dan untuk generasi muda, manfaatkanlah waktu kalian dengan kegiatan yang lebih berharga. So, for a better future. Let's make peace in this world. Allah Bless Indonesia! Merdeka!


TUGAS ILMU BUDAYA DASAR
Nama : Andre Pradana
NPM : 304 13 913
Kelas : 1ID07

Minggu, 01 Desember 2013

SADO (Upacara Minum Teh di Jepang)

Ada beberapa sekolah Sado, atau upacara minum teh Jepang, juga dikenal sebagai Chanoyu. Teh, dalam hal ini O-cha (teh hijau), adalah sebagai bagian integral budaya di Jepang sebagai kopi di AS (lebih begitu, sebenarnya) atau 'secangkir teh yang' berada di Inggris. Juga, manfaat kesehatan secara luas dipuji dan umumnya diterima di seluruh dunia. Dan studi tentang upacara minum teh masih dianggap sebagai bagian dari 'benar' pendidikan dari setiap muda bercita-cita 'wanita'. Semua faktor ini memastikan bahwa bentuk seni kuno berkembang bahkan di Jepang modern.

Ritual awal melibatkan
teh datang ke Jepang sebagai bagian dari meditasi Buddha di abad ke-6. Kemudian, di Periode Kamakura (1185-1333), seorang imam Jepang bernama Eisai diperkenalkan biji teh yang menjadi sumber banyak teh ditanam di Jepang hari ini. abad kemudian imam dan biarawan Eizon Ikkyū lebih lanjut dipromosikan upacara minum teh. Shuko, murid dari Ikkyū, teh menjadi master untuk Shogun Ashikaga Yoshimasa di vila yang (sekarang dikenal sebagai Ginkakuji atau 'Kuil Paviliun Siver' di Kyoto) tujuan pertama membuat kamar teh di Jepang dibangun.
Akar dari sekolah utama saat ini dapat ditelusuri ke master teh Sen No Rikyu (1522-1591). Selama generasi kemudian, upacara minum teh yang halus dan mendapatkan lebih Jepang dan bukan estetika Cina. Bani cucu Rikyu's Sotan mendirikan sekolah sendiri: Ura Senke untuk orang kebanyakan, Omote Senke untuk aristokrat dan Mushanokoji Senke, yang sangat menghargai prinsip wabi. (Wabi dapat digambarkan sebagai prinsip moral dan estetik yang menekankan hidup tenang bebas dari kekhawatiran duniawi). Sekolah Ura Senke terus berkembang hari ini dan mendorong pertukaran budaya di luar negeri melalui upacara minum teh.
The chaji, atau upacara minum teh biasanya diadakan dalam shitsu-cha (teh-ruang). Dalam kali lebih besar, ini akan terdiri dari sebuah bangunan kecil yang terpisah di sudut indah dan tenang taman tradisional. Struktur ini dapat paling sering dilihat hari ini di taman atau istana dan taman-taman candi. Kedai teh Shokintei di Istana Terpisah Katsura di Kyoto adalah contoh yang baik.
 




Para tamu memasuki ruang teh melalui nijiriguchi, sebuah pintu kecil yang memaksa mereka untuk mendekam, sehingga atas status duniawi mereka. Dalam faktor formal chaji dianggap untuk merayakan keunikan saat ini: tamu yang diundang, musim, kaligrafi gulir tergantung di dinding, bunga-bunga pada layar, perkakas, makanan yang dilayani sebelum teh, dan sebagainya. The chaji sendiri memiliki beberapa tahap, masing-masing dengan kedalaman makna yang sulit bagi orang luar untuk memahami tetapi akhirnya berdasarkan reverance terhadap alam dan penciptaan momen sempurna pada waktunya.




Berikut ini adalah pesan dari Sen Soshitsu, Ura Senke Teh Grand Master XV:
"Chado, Jalan Dari Teh, didasarkan pada tindakan sederhana air mendidih, membuat teh, menawarkan kepada orang lain, dan minum sendiri. Disajikan dengan hati yang hormat dan diterima dengan rasa syukur, semangkuk teh baik secara fisik dan memenuhi spiritual haus.
Dunia gila-gilaan dan dilema segudang kami meninggalkan tubuh dan pikiran kita lelah. Saat itulah kita mencari tempat di mana kita dapat memiliki saat perdamaian dan ketenangan. Dalam disiplin Chado tempat seperti itu dapat ditemukan. Empat prinsip harmoni, hormat, kemurnian dan ketenangan, dikodifikasi hampir empat ratus tahun yang lalu, adalah panduan abadi untuk praktek Chado. Memasukkan mereka ke dalam kehidupan sehari-hari membantu satu untuk menemukan tempat itu diserang ketenangan yang ada dalam diri kita masing-masing.
Sebagai wakil dari tradisi Jepang yang tak terputus empat ratus tahun, saya senang melihat bahwa banyak non-Jepang menyambut kesempatan untuk melanjutkan studi nya. Bunga ini tumbuh di Chado antara masyarakat semua bangsa membawa saya untuk berusaha lebih keras untuk memungkinkan lebih banyak orang untuk memasuki Jalan Teh. "


Sebuah selebran upacara minum teh memegang chasen (sikat bambu) digunakan untuk membangkitkan dan campuran teh.
peralatan lain yang digunakan selama upacara meliputi: cha-kemarahan, wadah keramik yang digunakan untuk teh bubuk; kama itu (ketel) yang digunakan untuk merebus air di atas api arang; Hashi (sumpit) terbuat dari kayu aras digunakan untuk makan makanan sederhana ; cha-wan (mangkuk teh) dan banyak lainnya.
Koicha (teh kental) dilayani dahulu dan kemudian usucha (teh tipis). Selama upacara, sebuah makanan ringan kaiseki, sake dan Higashi (permen kering) juga dilayani.

                                


                                                      Chasen dan bubuk Macha (Bubuk teh)


                                                                          Fukusa
                                                                    Furo (Bawah)



Cara Membuat:
-Masukan Bubuk Teh Hijau masukan dengan Chasaku
- Menuangkan Air Panas tuangkan dengan Hishaku
-Mengocok Teh aduk dengan chasen
                                     pengocokkan yang baik akan menghasilkan seperti gambar diatas

Ini yang dilakukan oleh Tuan Rumah untuk membuat teh tamunya. Kalau, kocokannya salah dan tidak berbusa tandanya gagal dan rasanya akan sedikit tidak enak. Cara Pengadukannya harus cepat sampai menghasilkan Busa yang lembut.


                                                        contoh dari duduk rapih
Minumnya Juga ada tata caranya, yaitu:
- Duduk dengan rapi
- Membungkukan badan dan Berkata otemae chodai itashimasu
- Mangkuk teh diletakkan di tangan kiri dan tangan kanan memutar mangkuk teh ke kanan sebanyak 2 kali
- Teh di Minum Perlahan-lahan sambil dinikmati sampai habis
-Selesai minum teh, bagian bibir dibersihkan dengan jari dan membungkuk mengucapkan terima kasih
Semuanya yang di atas harus dilakukan.

Teh yang diminum harus sampai habis tak bersisa tidak boleh ditaruh dan diminum lagi. Selain Teh ada juga wagashi kue tradisional jepang yang manis. Menjadikan kombinasi rasa yang nikmat. Harus Mengikuti tata cara diatas. Tetapi kalau minum biasa caranya seperti biasa.




Dikutip dari sumber : http://kazoku11club.blogspot.com/2012/02/sado-upacara-minum-teh-di-jepang.html


Ulasan Penulis : Meminum teh mungkin sudah menjadi hal yang biasa dilakukan oleh seluruh masyarakat di dunia. Selain rasanya yang enak, meminum teh juga diyakini dapat membuat tubuh menjadi rileks. Di Jepang, ada cara khusus untuk menikmati teh yang biasa disebut dengan Sadou. Tradisi ini dimaksudkan sebagai penghormatan kepada tuan rumah yang menyajikan teh. Disini saya mengambil konteks "menghormati" yang saat ini sepertinya sudah pudar cendurung menghilang di bumi pertiwi ini. Sangat disayangkan apabila rasa hormat kepada orang lain menghilang begitu saja. Sudah sepatutnya kita menghormati orang lain agar kita juga bisa dihormati.




TUGAS ILMU BUDAYA DASAR
Nama : Andre Pradana
NPM : 30413913
Kelas :1ID07

Riwayat Hidup dan Surat Lamaran Kerja



CV

Andre Pradana

Address: Jalan Laut Halmahera II, Blok O No. 5, RT 003/022, Depok, West Java, 16417

Mobile: 0821 2254 0528


                                           



Personal Information






Nama Lengkap
Andre Pradana
Nama Panggilan
Tempat/tanggal lahir
Andre
Bogor, 23 Mei 1995
Alamat
Jl. Laut Halmahera II, Blok O No. 5, RT 003/022, Depok, Jawa Barat
Status
Belum Menikah
Warga Negara
Indonesia
Jenis Kelamin
Agama
Tinggi Badan
Berat Badan
Golongan Darah
No. Kartu Identitas
No. Telepon
Laki-Laki
Islam
1,71 m
48 kg
O
3276052305950011
021-7703242
No. HP
0821 2254 0528
Email
Bahasa

Hobi



andrepradana05@gmail.com
Indonesia (sehari-hari), Inggris, dan sedikit bahasa Jepang
mendengarkan musik, membaca, browsing
Pendidikan Formal

2010-2013
SMA Negeri 2 Depok, Depok, Jawa Barat

2007-2010


2001 - 2007





2000-2001
SMP Negeri 3 Depok, Depok, Jawa Barat


SD Negeri Mekarjaya 11, Depok, Jawa Barat



TK Yapemri, Depok, Jawa Barat



Pendidikan non-formal
2012-2013


2008-2010

2007-2008

Kursus Akademik, Salemba Group


Kursus Akademik, Nurul Fikri

Kursus Bahasa Inggris, Lembaga Pendidikan Indonesia-Amerika (LPIA)





















Pengalaman Organisasi
2010-2012





Divisi RTM "Rohani Islam" SMA Negeri 2 Depok

Skill Aplikasi Komputer
Aplikasi Umum


Microsoft Office (seperti Ms. Word, Ms. Excel, Ms. Power Point),


Familiar with internet usage (Mozilla Firefox, Opera, Safari, Google Chrome, Flock)

Operating System
Windows XP,  Windows 7









Surat Lamaran Kerja



Depok, 1 Desember 2013
Perihal     : Lamaran Pekerjaan
Lampiran : Satu Berkas

Yth.
HRD Manager
PT. Melky Corporation, Tbk.
di Jalan Tanjung Barat 116
Jakarta Barat 11470

Dengan hormat,

Saya yang bertandatangan di bawah ini :
Nama                          : Andre Pradana
Tempat, tanggal lahir  : Bogor, 23 Mei 1995
Alamat                        : Jalan Laut Halmahera II Blok O/5, Depok
Pendidikan terakhir    : SMA
e-mail                         : andrepradana05@gmail.com

Sehubungan dengan iklan lowongan pekerjaan yang Bapak/Ibu tawarkan dalam harian Kompas , 29 November 2013 yang menyatakan bahwa perusahaan bapak/ibu mencari karyawan/ karyawati Part Time Data Entry ( freelance ).
Saya, Andre Pradana usia 18 tahun. merupakan lulusan SMA Negeri 2 Depok yang sedang melanjutkan pendidikan strata satu (S1) Fakultas Teknologi Industri jurusan Teknik Industri di Universitas Gunadarma. Mempunyai korelas dengan pekerjaan terkait dan memiliki sedikit pengalaman pada bidang terkait.
Demikian surat lamaran kerja ini saya sampaikan,atas perhatian bapak/ibu saya ucapkan terima kasih.

Hormat saya,


Andre Pradana